Para ulama telah memberikan beberapa definisi bidah. Definisi-definisi ini walaupun lafadl-lafadlnya berbeda-beda, menambah kesempurnaannya disamping memiliki kandungan makna yang sama. Termasuk definisi yang terpenting adalah
Menurut anggapanku definisi bid’ah yang paling menyeluruh dengan hukum-hukumnya yang membatasi pengertian bid’ah secara syar’i dengan batasan yang rinci adalah definisi Imam Syathibi.
Dengan demikian definisi Imam Syathibilah yang terpilih dari definisi-definisi tersebut di atas karena mencakup batasan-batasan yang menyeluruh yang mengeluarkan apa-apa yang tidak termasuk perkara bidah. Wallahu Alam
Al-Faqir ila 'afwa rabbih
- Definisi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata,"Bidah dalam agama
adalah perkara wajib maupun sunnah yang tidak Allah dan rasul-Nya syari’atkan. Adapun apa-apa yang Ia perintahkan baik perkara wajib maupun sunnah maka diketahui dengan dalil-dalil syari’at, dan ia termasuk perkara agama yang Allah syari’atkan meskipun masih diperselisihkan oleh para ulama. Apakah sudah dikerjakan pada Zaman nabi ataupun belum dikerjakan. - Definisi Imam syathibi, Beliau berkata,"Satu jalan dalam agama yang diciptakan menyamai syari’at yang diniatkan dengan menempuhnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah".
- Definisi Ibnu Rajab, "Bid’ah adalah mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada asalnya dalam syari’at. Adapun yang memiliki bukti dari syari’at maka bukan bid’ah walaupun bisa dikatakan bid’ah secara bahasa"
- Definisi Suyuthi, "Bid’ah adalah sebuah ungkapan tentang perbuatan yang menentang syari’at dengan suatu perselisihan atau suatu perbuatan yang menyebabkan menambah dan mengurangi ajaran syari’at".
- Bahwa bid’ah adalah mengadakan suatu perkara yang baru dalam agama. Adapun mengadakan suatu perkara yang tidak diniatkan untuk agama tetapi semata diniatkan untuk terealisasinya maslahat duniawi seperti mengadakan perindustrian dan alat-alat sekedar untuk mendapatkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi tidak dinamakan bid’ah.
- Bahwa bid’ah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syari’at. Adapun apa yang ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bid’ah, walaupun tidak ditentukan oleh Nash secara khusus. Misalnya adalah apa yang bisa kita lihat sekarang: orang yang membuat alat-alat perang seperti kapal terbang,roket, tank atau selain itu dari sarana-sarana perang modern yang diniatkan untuk mempersiapkan perang melawan orang-orang kafir dan membela kaum muslimin maka perbuatannya bukanlah bid’ah. Bersamaan dengan itu syariat tidak memberikan nash tertentu dan rasulullah tidak mempergunakan senjata itu ketika bertempur melawan orang-orang kafir. Namun demikian pembuatan alat-alat seperti itu masuk ke dalam keumuman firman Allah taala,"Dan persiapkanlah oleh kalian untuk mereka (musuh-musuh) kekuatan yang kamu sanggupi".Demikian pula perbuatan-perbuatan lainnya. Maka setiap apa-apa yang mempunyai asal dalam sariat termasuk bagian dari syariat bukan perkara bid’ah.
- Bahwa bid’ah semuanya tercela.
- Bahwa bid’ah dalam agama terkadang menambah dan terkadang mengurangi syari’at sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan pembatasan yaitu apakah motivasi adanya penambahan itu agama. Adapun bila motivasi penambahan selain agama, bukanlah bid’ah. Contohnya meninggalkan perkara wajib tanpa udzur, maka perbuatan ini adalah tindakan maksiat bukan bid’ah. Demikian juga meninggalkan satu amalan sunnah tidak dinamakan bid’ah.
Menurut anggapanku definisi bid’ah yang paling menyeluruh dengan hukum-hukumnya yang membatasi pengertian bid’ah secara syar’i dengan batasan yang rinci adalah definisi Imam Syathibi.
Dengan demikian definisi Imam Syathibilah yang terpilih dari definisi-definisi tersebut di atas karena mencakup batasan-batasan yang menyeluruh yang mengeluarkan apa-apa yang tidak termasuk perkara bidah. Wallahu Alam
Al-Faqir ila 'afwa rabbih



0 Comments