Advertisement

Responsive Advertisement

Sejarah Singkat Syaikh Sambas

Khatib Sambas dilahirkan di Sambas, Kalimantan Barat, Beliau memutuskan untuk pergi menetap di Makkah pada permulaan abad ke-19, sampai beliau wafat pada tahun 1875. Diantara guru beliau adalah; Syaikh Daud ibn Abdullah al-Fatani, seorang syekh terkenal yang berdomisili di Makkah, Syaikh Muhammad Arshad al-Banjari, dan Syekh Abd al-Samad al-Palimbani. Menurut Naquib al-Attas, Khatib Sambas adalah Syaikh Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah. Hurgronje menyebutkan bahwa Beliau adalah salah satu guru dari Syaikh Nawawi al-Bantani, yang mahir dalam berbagai disiplin ilmu Islam.

Zamakhsari Dhafir menyatakan bahwa peranan penting Syaikh Sambas adalah melahirkan syaikh-syaikh Jawa ternama dan menyebarkan ajaran Islam di Indonesia dan Malaysia pada pertengahan abad ke-19.
Kunci kesuksesan Syaikh Sambas ini adalah bahwa beliau bekerja sebagai fath al-Arifin, dengan mempraktekkan ajaran sufi di Malaysia yaitu dengan bay'a, zikir, muraqabah, silsilah, yang dikemas dalam Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah.

Gambaran Disiplin Ilmu Syaikh Sambas :

Masyarakat Jawa dan Madura, mengetahui disiplin ilmu Syaikh Sambas melalui ajaran-ajarannya setelah beliau kembali dari Makkah. Dikatakan bahwa Syaikh Sambas merupakan Ulama yang sangat berpengaruh, dan juga banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka dalam bidang fiqh dan tafsir, diantaranya Syaikh Abd al-Karim Banten. Abd al-Karim terkenal sebagai Sulthan al-Syaikh, beliau menentang keras imperialisme Belanda pada tahun 1888 dan kemudian meninggalkan Banten menuju Makkah untuk menggantikan Syaikh Sambas.
Sebagian besar penulis Eropa membuat catatan salah, mereka menyatakan bahwa sebagian besar Ulama Indonesia bermusuhan dengan pengikut Sufi. Hal terpenting yang perlu ditekankan adalah bahwa Syaikh Sambas adalah sebagai seorang Ulama, dimana tuduhan penulis Eopa tersebut tidak tepat ditujukan kepada beliau. Syaikh Sambas dalam mengajarkan disiplin ilmu Islam bekerja sama dengan syaikh-syaikh besar lainnya yang bukan pengikut thariqat seperti Syaikh Tolhah dari Cirebon, dan Syaikh Ahmad Hasbullah ibn Muhammad dari Madura, dimana mereka berdua pernah menetap di Makkah.
Thariqat Qadiriyyah wa Naqsabhandiyyah menarik perhatian sebagian masyarakat muslim Indonesia, khususnya di wilayah Madura, Banten, dan Cirebon, dan pada akhir abad ke-19 Thariqat ini menjadi sangat terkenal. Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah tersebar luas melalui Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalaam.

Periode Setelah Syaikh Sambas

Pada tahun 1970, ada 4 tempat penting sebagai pusat Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah di pulau Jawa yaitu: Rejoso (Jombang) di bawah bimbingan Syaikh Romli Tamim, Mranggen (Semarang) di bawah bimbingan Syaikh Muslih, Suryalaya (Tasikmalaya) di bawah bimbingan Syaikh Ahmad Sahih al-Wafa Tajul Arifin (Mbah Anom), dan Pagentongan (Bogor) di bawah bimbingan Syaikh Thohir Falak. Rejoso mewakili garis aliran Ahmad Hasbullah, Suryalaya mewakili garis aliran Syaikh Tolhah dan yang lainnya mewakili garis aliran Syaikh Abd al-Karim Banten dan penggantinya.

Pada prakteknya, ajaran Thariqat disampaikan melalui ceramah umum di masjid atau majelis ta'lim di rumah salah satu anggota Thariqat. Sehingga tidak mengagetkan jika selama masa ceramah umum, tidak ada materi yang terekam dengan cermat. Bagaimanapun juga, di bawah bimbingan Mbah Anom, mempunyai kontribusi yang besar, dimana ajaran thariqat dibukukan dalam sebuah kitab berjudul Miftah ash-Shudur. Tujuan dari kitab ini adalah untuk mengajarkan teori dan praktek Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah sebagai usaha mencapai kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Hasil usahanya yang lain terkemas dalam kitab Uqud al-Juman, al-Akhlaq al-Karimah, dan buku Ibadah sebagai Metode Pembinaan Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Kenakalan Remaja.



Al-Faqir Ila Allah
Hadari Muhammad Sood

Post a Comment

0 Comments