| Sheikh Said Ramadan Buti |
Ada hal menarik yang sering ku temukan saat membaca biografi ulama, hampir semua mereka mengakhiri hidupnya dengan mengkaji tafsir quran. Imam Ibnu Taimiyah contohnya,beliau sudah menduduki kursi mufti di Syam pada umur 19 tahun, tapi saat berumur 60 tahun beliau baru mengajarkan tafsir. Syeikh Muhammad Abu Zahra,seorang ulama ensiklopedi dari Mesir, semua disiplin ilmu hukum ada karya beliau, tapi beliau menulis tafsir quran saat-saat hayatnya akan berakhir, dan beliau wafat saat sedang menulis tafsirnya, beliau wafat pada surat An Naml ayat 82, sebelah kiri memegang bukunya dan sebelah kanan memegang kopinya.
Syeikh Buty juga demikian, sejak muda beliau sudah mengajar di masjid-masjid di Damascus, selain mengajar resmi di fakultas Syariah, Sastra Arab dan Hukum. Mulai dari fiqih sampai tasawuf beliau ajarkan, namun saat menginjak umur 80 tahun beliau baru mengajar tafsir, dan dalam dekapan tafsir pun beliau menutup sisa hidupnya.
Tafsir Quran itu mereka ajarkan setelah mereka benar-benar matang dalam berbagai segi, keilmuan, pengalaman dan umur, mereka tidak berani sembarangan mengajarkan tafsir karena sangat takut dengan ancaman hadis Rasulullah, “Barang siapa yang menafsirkan Quran sembarangan, maka tempatnya adalah neraka”.
Ini bukan artinya beliau-beliau di atas tidak capable dan tidak qualified sebelumnya, tapi itu kewaraan dan kehati-hatian mereka, dan amanah ilmiah yang mereka usung, lebih baik mengaku bodoh dari pada sok tahu. Imam Malik yang terkenal dari ujung Afrika sampai ujung Khurasan saat itu, suatu saat pernah didatangi seorang utusan dari Maroko untuk menanyakan fatwa tentang 40 masalah Agama, hanya 4 yang bisa beliau jawab, sisanya “Saya tidak tahu”. Utusan itu berkata, “ya Imam, saya datang dari ujung barat dunia dengan perjalanan berbulan-bulan untuk menanyakan hal ini, apa kata orang kampung saya kalau saya cuma dapat 4 jawaban?”, dengan tenang Imam Malik berkata, “Bilang saja Malik tidak tahu”.
Imam Ibnu Taimiyah berpesan, bahwa seorang muslim yang baik adalah seperti muslim-muslim muhajirin dan anshar yang disebut Allah dalam surat Al Hasyr ayat 10, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, danjanganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi MahaPenyayang".
Dulu, ketika beliau masih hidup, beliau selalu menangis di majlis pengajian dan khutbah jumat mendoakan kebaikan untuk umat Islam, sekarang beliau telah tiada, menangislah kita sendiri, mendoakan diri sendiri.
Oleh : Ust. Saief Alemdar


0 Comments